28/02/11

Peran Bermain

Saya tidak memerankan peran saya dengan baik
saya bermain untuk permainan saya, bukan milik Si Sutradara
saya lupa cara berdialog dengan manusia

Tapi haruskah aku lari ke Perpustakaan
lari dari kenyataan bahwa aku tak bisa menjadi diriku sendiri
lari dan mencari apa arti "saya" bagiku

Kini saya membuatku bingung
diri saya sendiri kehilangan naskah asli yang otentik
kini saya . . .

12/02/11

Catatan Kaki Untuk Gelas Plastik

"Hidup ini indah", kata pemuda yang tertidur di bawah naungan langit-langit yang penuh lubang dan sarang laba-laba itu. Tangannya menjadi bantal, menyangga kepalanya yang ringan karena tak terlalu banyak isinya. Kaki kanannya bertumpuh pada lutut kirinya yang tertekuk. Matanya sayu mayu tidak hijau tapi berkilau. Nafassnya tenang dan terdengar jelas hembusannya ke udara.
"Hidup ini indah", sekali lagi dia ulangi. Tak ada sautan seperti sebelumnya. Suaranya tidak menggema, pun tak menggaung. Jangkrikpun tak berbunyi.
"Hidup ini indah", dengan intonasi lebih jelas, nada yang lebih datar, dan tekanan yang lebih mendalam. Sekali lagi sautan tak dengar. Jangkrik tetap diam. Pemuda itupun memejamkan matanya.

Hari telah berganti saat mata itu kembali terbuka. Matahari telah cukup tinggi menyoroti hidup yang berulangkali dikatakannya indah sejak semalam. Dengan perlahan dia mempersiapkan dirinya untuk menjalani aktifitas sehari-harinya. Hidup memang cukup indah baginya.
Setelah berjalan kaki sekitar seratus meter, dia menghentikan bus kota, menaikinya untuk kemudian turun di tempat tujuannya. semua naik adalah untuk turun, itu yang dikatakannya suatu pagi ketika telah mendaratkan kedua kakinya di tempat tujuannya.
Setelah mendarat dari bus kota, dia perlu berjalan beberapa meter untuk sampai ke tempat dimana dia habiskan hidupnya selama beberapa waktu terakhir ini. Dalam perjalanan beberapa meter itulah dia bertemu dengan seorang wanita tua yang duduk dan mengangkat gelas plastik kosong seolah-olah mengajaknya untuk bersulang. Mengertilah dia apa yang dimaksudkan wanita itu. Dia kemudian memberi nenek itu sebuah kalimat motivasi "hidup ini indah". Kemudian pemuda itu tersenyum sambil kemudian berjalan meninggalkan nenek yang menjadi bingung karenanya.
Sore harinya, pemuda itu berjalan dengan arah terbalik, guna bisa kembali ke tempat tinggalnya. Di tempat yang sama, dia bertemu kembali dengan nenek yang pagi tadi di temuinya. Belum sempat nenek itu mengangkat gelas plastiknya, dia sudah memberikan nasihat lain "jika engkau mengharapkan pemenuhan dari orang lain, engkau tak akan pernah sungguh terpenuhi. Jika kebahagiaanmu tergantung pada uang, engkau tak akan pernah bahagia dengan dirimu sendiri."
Kutipan dari Tao-te-Ching itu nampaknya menutup hari kedua manusia itu. Pemuda itu kembali ke tempat tinggalnya dan meyakinkan dirinya bahwa hidup ini indah. Sementara sang nenek pulang entah kemana, membawa yang lebih berharga dari isi gelas plastiknya; sebuah nasihat.

Keesokan harinya, nenek itu kembali lagi ke tempat yang sama.

Gelas Plastik

Malam yang cerah ini mengingatkanku akan hujan di sore pada suatu hari Kamis. Hujan di kala itu mengurungku di lantai 3 sebuah gedung berlantai tiga. Keistemawaan berada di atas adalah dapat melihat kebawah, dan itulah yang ku alami sore itu. terlihat jelas kumbangan air yang menggenang hampir di seluruh pekarangan gedung, pejalan kaki yang jinjit dan melompat demi mempertahankan kekeringan alas kaki mereka, dan cipratan-cipratan air akibat putaran roda arogan kendaraan bermotor yang menggagalkan usaha para pejalan kaki itu.
Hal yang terlihat saat cerah, kadang terlihat pula di kala hujan, meski keadaannya sedikit berbeda, sedikit basah. Hal yang terlihat suram kadang menjadi lebih cerah saat hujan turun, karena petir, karena kilat, karena basah. Begitu pula wanita berusia lanjut yang setiap harinya duduk di pekarangan gedung tinggi itu sambil memegang sebuah gelas plastik. Beberapa orang yang berjalan melewatinya terkadang memasukkan uang ke dalam gelas plastik itu, dari recehan seratus, duaratus, limaratus, bahkan mungkin lima puluh ribu atau seratus ribu rupiah. Namun lebih sering orang berjalan dengan hanya memasukkan secuil senyum, sepotong iba, dan berpuing-puing rasa takut dengan karma buruk jika tak memasukkan apa-apa kedalam gelas itu. Namun perasaan takut pada karma buruk itu tak merata adanya pada manusia yang berlalu-lalang di hadapan wanita itu, karena orang-orang yang sama sekali tak memasukkan apa-apa tak kalah seringnya.
Wanita tua ini berpindah dari singgasananya yang kerap kali didudukinya menuju singgasana lain yang lebih teduh dan kering. Selama perpindahan singgasana itu, sekujur tubuhnya terbasahi oleh hujan yang tak memberi jeda untuk pergerakannya yang tak begitu cepat. Kulit, rambut, dan pakaiannya basah, namun dia tak begitu mempedulikan dan menyesalkannya dikarenakan dia bukanlah beliau-beliau, dia hanya dia dan tak sempat menjadi beliau.
Tak dapat aku menggambarkan ekspresinya, itu adalah hal tercerah di langit mendung, meski gelap dan tak berkilauan. Dengan senyum pucat penuh semangat kembali gelas pelastik itu dia angkat. orang-orang hebat berjalan lewat, walau tak sempat namun singgah melihat, ingin memberi namun kehilangan niat, hanya berdoa memohon berkat, lalu tinggalkan nenek yang berkeringat. Aku pun sempat lewat dan memberikan isi kantongku padanya, beberapa kali, namun kemudian aku sadar bahwa apa yang ku beri tak punya arti. Berapa rupiahpun yang kuberi, jika dia masih bisa, sebisa mungkin dia akan kembali ke tempat itu esok atau segera. Motivasinya sungguh luar biasa, mungkin tak ada seorang mahasiswapun di negeri ini yang dapat menyaingi semangatnya.
Sementara sebagian besar sarjana negeri ini kebingungan mencari lowongan kerja, dia sudah mendapatkan pekerjaan pasti. Karir yang dimilikinya mungkin dapat dipastikan arahnya.
Sementara bapak dan ibu menyesali ketidak cukupan hasil kerja keras mereka, bertengkar dan memaki, saling melempar martir karena karir. Nenek nampaknya sudah cukup bahagia dengan berapapun isi gelas plastiknya, cukuplah isi gelas plastik itu untuk membuatnya hadir lagi disana keesokkan harinya.
__________________________________________________________________________

Bintang-bintang di langit yang cerah malam ini membuat mataku tak bisa tertutup, memandang tinggi ke arah tak pasti, menyaksikan kembali betapa indahnya hidup yang telah ku lewati. Buat apa lagi aku mengeluh dan bersedih? perlukah aku menyesali ketiadaan biola listrik, kamera profesional, atau sepeda mahal?untuk apa aku terkubur dengan semua perkataan mereka tentang kejamnya dunia? perlukah aku menyesali indeks prestasi rata-rata yang kuperoleh? atau rendahnya pengunjung blog-ku? atau rendahnya apresiasi pembaca pada karya-karyaku? perlukah semua itu jika hidup dan kebahagiaan bisa ditemukan dalam sebuah gelas plastik?

__________________________________________________________________________

"Puaslah dengan apa yang kau punya;
Bersukacitalah dalam cara beradanya benda-benda.
Saat engkau tak merasa kekurangan,
seluruh dunia akan menjadi milikmu..
" - (Lao Tzu, Tao Te Ching)


Ikut-ikutan

Tidak baik bagimu kawan.