29/08/11

Hari Kemenangan?

Dan ketika matahari terbenam esok, kita akan serukan kegembiraan,
kita telah berhasil mencapai hari kemenangan, katanya.
tapi kemenangan atas apa?
atas setan, yaitu perbuatan-perbuatan sia-sia yang selama sebulan ini kita tahan, tapi pada sebelas bulan lainnya kita wajarkan?

semoga kemenangan berseru di hati yang tepat.

21/08/11

Aammiiin : Apa-apa Terakhir dalam peti

Tak mengapa ikan menjadi kering, karena ada ikan kering,

tak mengapa ikan menjadi asin, karena ada ikan asin,

tak mengapa ikan kering menjadi basah, karena ada ikan kering basah,

tak mengapa ikan asin tak lagi asin, karena namanya tetap ikan asin,

_-____________________________

setiap membeli makanan buka puasa, aku selalu memisahkan kue-kue tertentu dengan kue-kue tertentu lainnya dalam plastik yang berbeda, semua itu ku lakukan agar rasanya tak bercampur.

beberapa kue terasa enak, kue lainnya juga enak, namun bila kedua rasa enak itu digabungkan; bukannya menjadi rasa yang sangat enak, namun menjadi kurang enak, kadang membuat ingin muntah.

Misalnya, kue panada, jalangkote dan lumpia, berhadapan dengan kue dadar, nagasari, dan barongkok.Kue-kue asin jenis pertama masih memiliki toleransi rasa, aku lebih sering menyatukannya dalam satu plastik, pertukaran aroma di antara kue-kue yang digoreng tersebut sering kali tidak begitu terasa, malah kadang menambah keharuman.

namun berbeda halnya dengan jenis kedua, ada yang berpendapat bahwa percampuran rasa dan bau keduanya bersifat merusak. aku juga lebih sering sependapat. kue-kue basah dan manis tak begitu memiliki toleransi terhadap kue-kue di luar golongan/jenisnya.

bagaimana dengan kue yang digoreng dan kue manis? tentu saja aku selalu memisahkannya. ini adalah percampuran paling buruk. penjual kuenya pun setuju, tanpa diminta, dia selalu memisahkan kue asin dan manis.

____________________________


tapi pada akhirnya, cerita tak jauh berbeda.

semua kue yang termakan akan dimakan, dan mereka bersatu dalam perut.

kue-kue, baik manis maupun asin, menjadi setara, akan tercerna, tak peduli bagaimana terasa di lidah dan tercium di hidung.

kue-kue itu akan memenuhi hakikatnya; menjadi tai.

19/08/11

Bila aku menjadi : Athifah Dahsyamar

sepertinya menyenangkan punya banyak teman, meskipun tak tahu definisi teman.
namun terkadang hal-hal ada tanpa perlu definisi.
seperti itulah yang ku pelajari dari seorang yang mengaku sebagai sahabatku; Athifah Dahsyamar.

sebagai seorang perempuan, dia tak tarlalu menarik, jika dilihat secara fisik.
tubuhnya kurus kerempeng, kulitnya kecoklatjagoan, dan terutama giginya mengkilat,.
Athifah adalah salah satu orang yang pertama-tama menunjukkan pada saya betapa fisik bukanlah hal utama sebagai manusia; mungkin dia tak sadar.
perempuan ini menunjukkan padaku bagaimana pertemanan adalah hal yang tanpa batas, tanpa alasan, dan kadang tak masuk akal.
terkadang aku terlalu ideologis atau terlalu religis meski kadang lupa berdoa, terkadang aku terlalu sombong untuk sekedar menjalani hidup bersama orang lain tanpa memikirkan esensi dari kebersamaan itu.

Bila aku menjadi Athifah Dahsyamar, tentunya aku akan menjadi orang yang berbahagia dan mensyukuri karunia-Nya atas teman-teman yang ada disekitarku, dan tentunya aku akan lebih ringan.


NB: janganlah berkepala besar saat membaca ini.

14/08/11

Langit Subuh Ini

Meskipun dingin menggetarkan kaki,
namun langkah tetap beraksi,
menggetarkan heningnya dini hari
di bawah langit subuh ini

Mungkin bukan yang pertama
mungkin bukan yang kedua
terakhirpun tak mengapa
setiap mahkluk akan dapat gilirannya

Langit subuh ini menjadi saksi
niat manusia teguhkan hati
menempuh jalan Illahi
meskipun hanya di bulan suci

Purnama di tengah Ramadhan

Purnama dan Ramadhan, keduanya adalah bulan.
keduanya kerap dinanti, keduanya membekas di hati.
keduanya indah.
hanya saja, kecantikan purnama dapat dilihat dengan mata,
sedangkan kecantikan ramadhan tak dapat dilihat oleh mata yang sebelah manapun.
kecantikan ramadhan hanya dapat dirasakan oleh hati yang percaya

05/08/11

Kemeja Batik Print

"Tok tok", kau memukul meja. Seharusnya tak berbunyi seperti itu. Namun itulah yang terdengar.
Kau marah seperti biasa, seperti detik-detik sebelumnya.

Aku buka jendela agar bisa menghirup udara segar. Ku tarik keras-keras semua udara itu. Aku berharap ada sesuatu di udara yang sanggup membuatku bersyukur ada disini. Berharap bisa bersyukur ada di dekatmu.

"dor-dor", kau coba kagetkan aku dengan kicauan burung di atap rumahku. Aku sama sekali tak kaget. Suara itu justru membuatku makin tenang.
________________________________________________________________________

"Batik ini pasti cocok buat dia", penjual baju di mall berkata padaku. Entah bagaimana dia tahu kalau aku mencari pakaian untuk orang lain. Mungkin dia hanya sok tahu.
Tapi sok tahunya itu telah mengundangku untuk mampir ke kiosnya. Benar juga, batik itu bermotif aneh, motif kreasi baru. Itu sebenarnya bukan batik, itu kain tekstil yang di print dengan motif batik yang sebenarnya bukan batik, entah kenapa orang-orang memanggilnya batik.
Tapi apa peduliku, pakaian itu cocok untuknya, tidak terlalu bagus dan murah.
Tanpa pikir panjang ku beli kemeja itu.

_______________________________________________________________________

Seminggu sebelumnya, aku mendapatkan sebuah saran dari entah siapa.
Entah siapa berbisik di kepalaku. Tentu saja berbisi pada pemilik kepala.
Entah siapa memberi saran padaku, saran agar percaya tahayul, percaya mitos-mitos urban.
Mitos urban yang ingin dia buat aku percayai adalah bahwa memberikan pakaian akan membuat seseorang pergi dari kita.
Tentu segala hal bisa dicoba, asalkan halal. Hal yang satu ini mendekati keharaman, tapi tetap ku coba.
Bergegas aku keluarkan uang di saku celana, menggenggamnya, dan berjalan menuju mall terdekat.

_________________________________________________________________________

"Maaf aku terlambat", katamu penuh basa-basi, itu sudah kesekian kalinya kau terlambat, aku sudah muak dengan keterlambatanmu.
Tanpa dipersilakan kau duduk di depanku. Kursi kosong itu sengaja ku kosongkan agar aku bisa melihat lurus tanpa penghambat, tapi kau kini mengisinya, dasar pengganggu.
Aku malas berkata, takut perkataanku menambah dosa.
Langsung saja ku lempar kemeja batik print yang sudah ku bungkus dengan rapi ke wajahmu.
Aku langsung pergi, pergi secepatnya, berharap kau tak mengejar dengan benda lebih keras yang bisa kau lempar ke wajahku.
Aku tak peduli apakah kau akan menghentikanku. Aku hanya ingin pulang dan menonton televisi.
__________________________________________________________________________

"Ting Tong", suara pintu diketok.
Aku terkejut ketika membukanya.
Ku dapati sosokmu sedang membawa sebuah televisi 21 inci.