27/01/12

113 #1

Aku tak ingin berhenti menulis, bukan karena egois, hanya karena ingin.
Meski tak banyak lagi yang bisa ku tulis karena jagat rayaku yang menyempit.
Lalu ku biarkan tubuhku luluh lantah dan berserakan di Jalan Daeng Tata karena kereta api yang entah datang dari mana.
Lalu hujanpun turun, membasuh lukaku yang berwarna-warni, perih namun manis.
Dan malam pun datang, mempersilahkan bintang-bintang menyaksikan tubuhku yang mendingin.
Tapi kau pun terus mencoba menghangatkanku.
Hingga aku sanggup kembali menulis.

Keretaapipun datang, hantam tubuhku dan biarkan air mataku berserakan di Perempatan Jalan Daeng Tata, menunggu seseorang untuk memungutnya dan menyatukannya kembali. Membentuk kembali hatiku yang bagai lukisan tanpa warna.
Hujanpun turun, inginnya aku memeluknya, memeluk hujan. Namun hujan berteman dengan bulan, keduanya bagai mimpi yang setiap kali aku mencoba memeluknya, aku terbangun. Hanya luka kecil yang basah dan tak akan pernah kering meski tersiram ribuan panas.
Malam tak pernah lupa menutup pintu hari. Bintang-bintang tak terlalu sering nampak di kota ini, namun berbeda malam itu. Bintang nampak sempurna, sejenak meluapkan rinduku pada bulan. Mengalirkan darah dingin ke jantungku, membuatku mati beku.

Aku terus menulis, bukan untuk siapapun, bukan pula untuk diriku sendiri. Entah untuk apa aku menulis, aku hanya ingin.
Meskipun malam-malamku gelap dan menyesatkan.
Meskipun drama yang dimainkan tak semanis kenyataan.
Meskipun kata yang tersusun tak menyayat seperti yang kau inginkan.


26/01/12

Bintang kejora #3

Karena lembar sejarah akan berganti, sebagian yang ada akan dilupa, sebagaian yang hilang akan terganti.
Tak semua orang ingin menjaga tiap lembarnya, tak semua orang butuh.
Tak semua orang ingin mengenangnya, tak seorangpun benar-benar butuh.
Jadi jika kau sebutir kunang-kunang dalam botol kaca tanpa tutup, kau punya hak untuk terbang.
Jika kau adalah seorang pengelana, kuatkah kakimu untuk menempuh seputaran danau penuh kertas ini?

Karena roda terus berputar dan aku tetap ada di belakang.

Kunang-kunang dalam botol tanpa tutup

Botol kaca, membiaskan semua cahaya yang menyapanya, menyisakan tanya pada refleksi mata yang menatapnya.
Botol kaca, tanpa tutup.
Tergeletak di padang rumput.
Hujan datang dan mengisinya dengan air.
Panas menyapanya dan menguapkan embun-embun.
Hujan turun lagi hanya untuk sekedar menyapa, mungkin dia bertanya apa masih ingat tentang hujan yang dulu?

Dan sebutir kunang-kunang datang padanya. Bersinar terang entah mengapa. Tidak menyapa namun tinggal bagaikan menunggu di bangku dengan penuh kecemasan. Terbang kian kemari di dalam botol tanpa tutup.

Tak ada yang memintanya tetap tinggal,
tak ada yang memintanya tetap bersinar,
Jika ada yang mencoba menangkapnya dengan menutup botol,
dia hanya akan mati.

Bintang Kejora #2

 Cahaya kunang-kunang nampak jelas hanya saat waktu malam tiba, di siang hari, dia tak lebih dari lalat dan nyamuk.
Kunang-kunang tidak lagi hinggap di ujung rerumputan di tanah kosong Malengkeri.
Kunang-kunang tidak lagi menerangi lorong-lorong kecil menuju rumahku.
Rumput hijau ku ganti dengan dinding putih yang dingin dan berdiri megah, berapa angkuhnya jika ku pikir kunang-kunang akan senang dan kagum dengan istana yang ku bangun untukku sendiri.

Botol kosong tanpa tutup melepaskan semua udara yang ada di dalamnya, menyisakan udara lainnya, botol tentu tetap ada tanpa udara yang pergi, bahkan tanpa udarapun botol masih tetap ada, namun akankah semua sama selagi kunang-kunang mencoba menjadi bintang pagiku?




Bintang Kejora #1

Setiap pagi ku harap mentari akan tetap terbit. Bintang kejorapun selalu ada untuk mengucapkan selamat pagi, harapku.
Pintaku mungkin terlalu egois, membiarkan mentari bersinar untukku dan bintang kejora tersenyum padaku tiap pagi tanpa memberinya balasan kecuali pulas tidurku.
Hingga saat langit mendung dan udara tak lagi mengizinkan aku istirahat dengan tenang di ranjangku, aku bangun dan meratapi kehilanganku akan bintang kejora.

22/01/12

Adzan Subuh #1

Di dunia ini, belum ada yang mengalahkan rasa rinduku pada adzan subuh.

Tidak jua ada yang mengalahkan rasa kagumku padanya.

Namun tak jua pernah ku bisa hentikan untuk menduakannya dengan tidur dan mimpiku.


Published with Blogger-droid v2.0.1

Bukan Hal Baru

Kesepian ini sedah ada sejak dua puluh abad lalu.

Kesepian ini bukan ada karena kepergianmu.

Kesepian ini ada hanya karena keberadaanku.

Tak ada yang baru dengan kesepian ini.

Tak lagi ada obat bagi kerinduan ini.

Sepi membuat serasa ingin mati.

Tapi tak boleh diakhiri, karena Dia ingin melihat kesepian ini bergaung lenih lama.


Published with Blogger-droid v2.0.1

13/01/12

Tentang Bulan [5]

Entah bagaimana, aku berharap kau membaca tulisanku, berharap kau mengerti tentang ketulusanku. Tapi apalah artinya ketulusan jika hanya untuk kujual pada pembaca? apalah artinya ketulusan jika ada hal yang diharapkan darinya? Jadi biarlah tulisan ini melayang di udara, tanpa pembaca.

Hujan Lagi (4)

Puisi ini tak ditulis saat hujan, puisi ini tak berima, terserah kau suka atau tidak, terserah aku suka atau tidak. Ini tak ada maknanya, ini tak ada artinya, dan bila kau cari kata dibaliknya, yang kau dapat bukan apa-apa, Ini tentang angka empat, ku renungkan dengan singkat, aku diam di tempat, mecari teman terdekat. Ini tentang hujan, lagi-lagi tentang hujan, kali ini tak berima, tak berirama. Jadi biar ku tulis sesukaku, seperti air hujan yang dengan sesuka hati membasahi bumi.

Catatan Kecil Untuk Hujan [5]

Semakin cepat aku melaju, semakin keras dia menyerbu. Semakin kuat kutahan, semakin jauh tertekan. Berharap bisa bertemu dan saling melindungi dari terpaannya. hujan.

Catatan Kecil Untuk Hujan [4]

Semua memang tentang hujan, cuma hujan. Dan bila kau tak senang mendengarnya, tutuplah telingamu. Dan bila kau tak senang mengenangnya, lupakanlah... Karena berjalan dalam basah ataupun berteduh adalah hal yang perlu kau pilih. Maka berjalanlah hingga mencapai tempat yang memang tujuanmu, Atau berteduhlah dan nikmati tiap tetesnya dari satu sudut bangku ini.

Catatan Kecil Untuk Hujan [3]

Karena hujan tidak melambangkan kesedihan, maka janganlah mencampur air matamu dengan tetesnya.

Catatan Kecil Untuk Hujan [2]

Inkonsistensi adalah pilihan. Seperti berteduh setelah basah kuyup, berlari meski hujan belum reda, ataupun merelakan payung tertiup angin. maka aku perlu memilih, biarlah genangan air yang memantulkan sempurna bulan di setiap langkahku.

12/01/12

Catatan Kecil Untuk Hujan [1]

Bila kau jadikan aku sebagai pendosa dalam tiap dosamu, sementara doaku adalah permintaan atas terkabulnya doaku... Biarkan aku berdoa di saat hujan menyamarkan tiap tetes air mata yang jatuh di sepanjang jalan yang kita kenang.

09/01/12

Tentang Bulan [4]

Senangnya hati, walau hanya berbalas salam dari kejauhan.

02/01/12

Tahun

Apa yang baru dari hujan yang mengguyur hari ini? semua nampak sama dengan hujan kemarin sore, Tiap tetesnya, ukuran dan dinginnya, begitu serupa. Apa yang baru dari huja sore ini? begitu serupa, bagai tetes air mata yang entah bagaimana caranya dapat ku hapus. Semoga tahun-tahun dapat membantuku menghapusnya dari ujung tanah gersang yang terhampar di tiap lekuk senyum yang ku lihat.