21/09/12

Puisi Nomer Enam Belas

Bisa kulihat biru di langit

Namun tiga warna lenyap sudah dari matamu

Luntur oleh tetes-tetes air mata yang tak dapat lagi kau tahan

Membasahi bumi yang haus akan hujan.


Ku tulis puisi ini sambil termenung,

Duduk di sudut ruang hampa yang penuh dengan sunyi,

Tak kutemui satupun yang dapat obati rinduku.


Ku tulis puisi ini sambil bernyanyi,

Sebuah lagu tanpa nada untuk lirik tanpa rima,

Menggema di kepalaku yang kosong

Menggaung di jiwaku yang entah mengapa selalu merindu.


Ku tulis puisi ini sambil menangis,

Walau aku tahu bahwa kau tak menemukan makna dalam tulisanku,

Dan aku tak menemukan makna dalam hidupku.


Published with Blogger-droid v2.0.1

18/09/12

Hukum

Apa yang ku lakukan akan kutuai

Seperti buah-buahan yang ku tanam di kebun belakang rumahku.

Tapi tunggu, itu bukan rumahku, tanahnya adalah tanah milik konglomerat yang pagi tadi datang bersama aparat untuk membuatku menjadi keparat yang melarat tanpa tempat untuk beristirahat.


Apa yang kurasa harusnya kau juga rasa,

Karena aku tak ingin sendirian menahan sepi di dada.

Tapi nyatanya kau selalu punya hak untuk bersama siapa saja,

Disaat aku menangis, kau boleh tertawa.


Published with Blogger-droid v2.0.1

Tanpa Nama

Tiga hari yang lalu

Tertulis di lembar hidupmu

Sebuah surat tanpa tujuan

Penuh dengan ungkapan perasaan


Surat itu tanpa nama

Aku tak tahu untuk siapa

Mungkin saja untuk dia

Pria yang selalu kau cinta


Lima menit berlalu

Dan aku masih ragu

Apa makna puisiku

Sudah, tak perlu dibaca. Hanya menyakitkan matamu.


Published with Blogger-droid v2.0.1