16/12/11

Motif dalam Hati

Motif, seperti yang tertulis dalam kain, bisa juga menjadi hal yang indah jika mata yang melihat adalah mata seseorang yang menyukainya. Kain itu kemudian dijadikan berbagai bentuk, menjadi pakaian, perhiasan, dan pembungkus kebohongan. Motif, juga bisa seperti yang tertulis dalam hati. Motif dalam hati ini, sering juga disebut niat. Motif dalam hati adalah apa yang menjadi pola dasar apa yang dikerjakan dan apa yang tidak dikerjakan. Jika motif di kain akan mendapat pertanyaan "bagaimana?". Motif dalam hati akan mendapat pertanyaan "apa?", motif itu sendiri adalah jawaban dari pertanyaan "mengapa?". Motif melapisi setiap jengkal yang ada di hati dan pikiran manusia yang memiliki hati dan pikiran. Motif menjadi bungkus transparan bagi segala yang dilakukan manusia. Setiap helai tindakan punya akar yang melekat pada motifnya. Maka dari itu, pastikan bahwa motif anda kuat dan, jika anda percaya, benar.

07/12/11

Sabar dan Sebuah Lagu Sumbang

Sabar itu seperti bermain musik, bukan hanya kita perlu tahu caranya, tapi perlu penjiwaan setiap kali memainkannya. Sabar itu seperti sebuah lagu di atas senar-senar yang perlu selalu diganti. Bukan hanya senar yang perlu selalu diganti, tapi juga jemari yang perlu selalu berpindah mengikuti nada-nada dalam lagu. Kesabaran itu memang tertulis dalam not-not balok, tapi setiap memainkannya perlu dibaca atau setidaknya dihafalkan. Kesabaran itu tak hanya ada pada seorang ahli yang lulus institut seni. Kesabaran juga tak perlu dibuktikan dengan memenangkan sebuah kontes bakat yang disaksikan berjuta umat. Kesabaran itu mudah, dan karenanya tidak susah. Tanamkan dalam hati bahwa jiwa ingin bersabar, maka kesabaranlah yang akan muncul. Sabar hanya perlu sedetik setiap detiknya.

05/12/11

Pesona Lukisan Wajahku

Akan ku tulis di atas kanvas dengan sebuah pensil patah dan tinta keemasan, agar tak seorangpun bisa mendengarnya

03/12/11

Cuma Satu

Perkataan paling ingat dari beribu tidur dalam dua puluh tahun mimpi-mimpiku di dunia, "hatiku cuma satu". Dia katakan itu sambil tersenyum dan teteskan air mata, kemudian berlari dari mimpi menuju kenyataan yang tak kalah semuanya. Kini dia terus berlari, tak berhenti biar sedetik. Duniapun terus berputar mengiringi pelariannya. Hatinya hanya satu, satu dan pernah ada di genggamanku.

28/11/11

Sepatu Bekas

Robek, lubang, gores, dan lepasnya jahitan tunjukkan berapa beratnya perjalanan Karena telah lebih dari 2 tahun ku temani dua kakimu yang tak punya arah tujuan Kini kau bosan, temukan yang baru kini kau lelah menahan luka di kakimu kau buang dan campakan seperti raja laut kering Bukankah kita tak tinggal di satu titik? dan untuk itu kita harus berjalan berjalan dengan kaki kaki dengan sepatu maka setelah kau bosan, temukan yang baru gunakanlah dan pasang di kakimu, campakan saja sepatu bekasmu.

1991

nafasku berhembus, mataku melihat nafasku kutahan saat mataku terpejam tidak perlu ku tulis betapa indahnya hidup tak jua perlu ku takuti kehilangannya

24/11/11

15/11/11

Integritas Perasaan

Karena sudah puas melumuri sekujur tubuh dengan tanah, aku memutuskan untuk berhenti bermain sejarah-sejarahan. Kemudian aku kembali pada orang-orang yang sebagian pernah menemaniku bermain, sebagian lainnya sudah mulai main lebih dulu dan memainkan permainan yang sama namun tidak bermain bersamaku. Ketika aku puas melumuri tubuhku dengan tanah, segera saja semua orang yang bermain sejarah-sejarahan puas bermain tanah pada waktu yang nyaris bersamaan. Ketika itu pulalah tercipta sebuah himpunan yang tidak bisa dipetakan dengan korespondensi satu satu. Himpunan itu adalah himpunan orang-orang yang sedang berhenti main sejarah-sejarahan pada waktu bersamaan. Kebersamaan orang-orang ini didasarkan pada dua hal; kecintaan atau mungkin keterpaksaan pada permainan sejarah-sejarahan dan waktu bermain dan istirahat yang nyaris sama. solidaritas, kekompakan, dan omongkosong yang lainnya tercipta dari kebersamaan dalam menghayati permainan sejarah-sejarahan. Ketika sadar bahwa permainan sejarah-sejarahan sudah bisa diganti dengan permainan arcade yang lebih seru, beberapa pemain yang tidak setia akan meninggalkan permainan dan himpunan. Beberapa pemain yang setia akan kebingungan dan kadang lupa tentang permainan dan terlalu sibuk mengurusi sebuah himpunan tanpa integritas perasaan.

14/11/11

δύση

Tidak terlalu jauh, meski betis telah memar dan tubuh penuh peluh. Tidak terlalu jauh, meski ribuan rumah orang tak dikenal telah terlewati, beberapa dipandangi dan dikagumi, sisanya diabaikan. Tidak terlalu jauh, hanya puluhan kilometer, mungkin lebih sedikit atau lebih banyak, tapi memang tak begitu jauh. Berlomba dengan matahari yang merangkak ke balik bukit, perjalanan dari barat memang tak begitu jauh saat itu, karena ku pikir dan ku yakin akan ada perjalanan lebih jauh yang akan kita lalui bersama.

Kapal Karam Yang Tak Pernah Tenggelam

Jika aku tua nanti, apa aku akan tetap mengingat hari ini? apa aku akan tetap mengingat setiap detik dari dua tahun lalu? mungkin tidak, ingatanku akan melemah dan tak lama kemudian aku akan melupakan setiap nama yang terdaftar di benakku. Jika aku tua nanti, ketika kakiku tak patah namun tak mampu lagi berlari dan tak ada harapan untuk pulih, akankah aku duduk dan menyesali hari ini? akankah aku tetap menyesali hari-hari yang kugunakan untuk menyesali hari sebelumnya? mungkin iya, karena setiap detik termanis yang tak dapat diulang adalah diabetes yang menunggu detik penghabisan untuk meledakkan penyesalan. Jika aku tua nanti? masihkah aku akan tersesat mencari arah untuk kembali ke jalan raya kebenaran? atau semua akan menjadi mudah seperti melewati jalan yang kita berdua hafal setiap jengkalnya? kompasku hilang dan aku tak ingin pengganti. Jika aku tua nanti aku ingin tetap berlayar, tanpa kompas, tak peduli arah mata dan ujung hidung angin. jika aku tinggal sejengkal dari liang kuburku, biarkan aku berlayar jauh dari penyesalan yang kutanam di daratan, jauh dari semua perkataan orang yang tak satupun tentang aku. Jika aku mati, biarkan aku karam di satu sisi laut dimana tak ada gravitasi yang menelanku.

22/09/11

Hujan Lagi (3)

Aku berjalan dalam hujan setiap tetesnya begitu menyakitkan inikah luka peradaban? ku hanya bisa terus berjalan semua bukan mimpi bukan pula ilusi namun realita tak seperti ini kebenaran di malam hari dan kita sepakat dengan kata "terserah" dengan semua hembusan yang mendesah bagimu senyum hanya untuk seperempat sisanya tak kau berikan tempat tapi semua terhanyut sepi bagai puisi tanpa pembaca dan pendengar bagai bintang tanpa astronom maupun pelaut hanya sepi...

04/09/11

Demi Masa!!!

Demi masa, Tuhan-ku bersumpah, bahwa kita semua dalam kerugian. Demi waktu, Dia bersumpah, sesungguhnya kita dalam kehilangan. Tiap detik adalah kehilangan, tiap detik adalah penuaan usia yang juga membuat raga makin lemah, tiap detik adalah jalan mendekat menuju ketidakpuasaan terhadap harta benda yang dimiliki, tiap detik adalah jagat raya yang meluas namun kesempatan manusia kian menyempit, tiap detik adalah jalan mulus menuju liang lahat. dan Tuhan-ku bersumpah untuk mahluk-Nya yang merugi, yang sungguh bukan merupakan kerugiaan bagi-Nya. dan Tuhan-ku hanya mengingatkan manusia, agar manusia tidak merugi.

01/09/11

Ada Apa Dengan Wanita Sombong?

Orang-orang mencari kata-kata bijak untuk wanita sombong, mereka ingin memberi pelajaran pada dia yang hatinya di atas awan, mereka ingin menaruhnya di lumbung padi dan membakarnya. Ada apa dengan wanita sombong? apakah dia merupakan bagian terhina di antara kalian? lalu kalian bangga dengan ketidak sombongan kalian? dan kalian merasa bangga dengan kerendahan hati kalian? lalu kalian berkata "setidaknya aku tidak sombong" orang-orang mencari kata-kata bijak untuk wanita sombong, namun aku tak cukup rendah hati untuk memberikannya, aku hanya anak gembala yang mencoba mencari pahala.

Setelah Suci

Kita tak berjalan di bumi abadi kita tak berjalan dengan kaki yang suci kami hanya gembala di bukit pagi hari mencari perempatan untuk bertemu lagi Kita akan berjuang menuju insaf berebut untuk menjadi terdepan dalam saf kemudian saling meminta maaf kemudian kembali kilaf

29/08/11

Hari Kemenangan?

Dan ketika matahari terbenam esok, kita akan serukan kegembiraan,
kita telah berhasil mencapai hari kemenangan, katanya.
tapi kemenangan atas apa?
atas setan, yaitu perbuatan-perbuatan sia-sia yang selama sebulan ini kita tahan, tapi pada sebelas bulan lainnya kita wajarkan?

semoga kemenangan berseru di hati yang tepat.

21/08/11

Aammiiin : Apa-apa Terakhir dalam peti

Tak mengapa ikan menjadi kering, karena ada ikan kering,

tak mengapa ikan menjadi asin, karena ada ikan asin,

tak mengapa ikan kering menjadi basah, karena ada ikan kering basah,

tak mengapa ikan asin tak lagi asin, karena namanya tetap ikan asin,

_-____________________________

setiap membeli makanan buka puasa, aku selalu memisahkan kue-kue tertentu dengan kue-kue tertentu lainnya dalam plastik yang berbeda, semua itu ku lakukan agar rasanya tak bercampur.

beberapa kue terasa enak, kue lainnya juga enak, namun bila kedua rasa enak itu digabungkan; bukannya menjadi rasa yang sangat enak, namun menjadi kurang enak, kadang membuat ingin muntah.

Misalnya, kue panada, jalangkote dan lumpia, berhadapan dengan kue dadar, nagasari, dan barongkok.Kue-kue asin jenis pertama masih memiliki toleransi rasa, aku lebih sering menyatukannya dalam satu plastik, pertukaran aroma di antara kue-kue yang digoreng tersebut sering kali tidak begitu terasa, malah kadang menambah keharuman.

namun berbeda halnya dengan jenis kedua, ada yang berpendapat bahwa percampuran rasa dan bau keduanya bersifat merusak. aku juga lebih sering sependapat. kue-kue basah dan manis tak begitu memiliki toleransi terhadap kue-kue di luar golongan/jenisnya.

bagaimana dengan kue yang digoreng dan kue manis? tentu saja aku selalu memisahkannya. ini adalah percampuran paling buruk. penjual kuenya pun setuju, tanpa diminta, dia selalu memisahkan kue asin dan manis.

____________________________


tapi pada akhirnya, cerita tak jauh berbeda.

semua kue yang termakan akan dimakan, dan mereka bersatu dalam perut.

kue-kue, baik manis maupun asin, menjadi setara, akan tercerna, tak peduli bagaimana terasa di lidah dan tercium di hidung.

kue-kue itu akan memenuhi hakikatnya; menjadi tai.

19/08/11

Bila aku menjadi : Athifah Dahsyamar

sepertinya menyenangkan punya banyak teman, meskipun tak tahu definisi teman.
namun terkadang hal-hal ada tanpa perlu definisi.
seperti itulah yang ku pelajari dari seorang yang mengaku sebagai sahabatku; Athifah Dahsyamar.

sebagai seorang perempuan, dia tak tarlalu menarik, jika dilihat secara fisik.
tubuhnya kurus kerempeng, kulitnya kecoklatjagoan, dan terutama giginya mengkilat,.
Athifah adalah salah satu orang yang pertama-tama menunjukkan pada saya betapa fisik bukanlah hal utama sebagai manusia; mungkin dia tak sadar.
perempuan ini menunjukkan padaku bagaimana pertemanan adalah hal yang tanpa batas, tanpa alasan, dan kadang tak masuk akal.
terkadang aku terlalu ideologis atau terlalu religis meski kadang lupa berdoa, terkadang aku terlalu sombong untuk sekedar menjalani hidup bersama orang lain tanpa memikirkan esensi dari kebersamaan itu.

Bila aku menjadi Athifah Dahsyamar, tentunya aku akan menjadi orang yang berbahagia dan mensyukuri karunia-Nya atas teman-teman yang ada disekitarku, dan tentunya aku akan lebih ringan.


NB: janganlah berkepala besar saat membaca ini.

14/08/11

Langit Subuh Ini

Meskipun dingin menggetarkan kaki,
namun langkah tetap beraksi,
menggetarkan heningnya dini hari
di bawah langit subuh ini

Mungkin bukan yang pertama
mungkin bukan yang kedua
terakhirpun tak mengapa
setiap mahkluk akan dapat gilirannya

Langit subuh ini menjadi saksi
niat manusia teguhkan hati
menempuh jalan Illahi
meskipun hanya di bulan suci

Purnama di tengah Ramadhan

Purnama dan Ramadhan, keduanya adalah bulan.
keduanya kerap dinanti, keduanya membekas di hati.
keduanya indah.
hanya saja, kecantikan purnama dapat dilihat dengan mata,
sedangkan kecantikan ramadhan tak dapat dilihat oleh mata yang sebelah manapun.
kecantikan ramadhan hanya dapat dirasakan oleh hati yang percaya

05/08/11

Kemeja Batik Print

"Tok tok", kau memukul meja. Seharusnya tak berbunyi seperti itu. Namun itulah yang terdengar.
Kau marah seperti biasa, seperti detik-detik sebelumnya.

Aku buka jendela agar bisa menghirup udara segar. Ku tarik keras-keras semua udara itu. Aku berharap ada sesuatu di udara yang sanggup membuatku bersyukur ada disini. Berharap bisa bersyukur ada di dekatmu.

"dor-dor", kau coba kagetkan aku dengan kicauan burung di atap rumahku. Aku sama sekali tak kaget. Suara itu justru membuatku makin tenang.
________________________________________________________________________

"Batik ini pasti cocok buat dia", penjual baju di mall berkata padaku. Entah bagaimana dia tahu kalau aku mencari pakaian untuk orang lain. Mungkin dia hanya sok tahu.
Tapi sok tahunya itu telah mengundangku untuk mampir ke kiosnya. Benar juga, batik itu bermotif aneh, motif kreasi baru. Itu sebenarnya bukan batik, itu kain tekstil yang di print dengan motif batik yang sebenarnya bukan batik, entah kenapa orang-orang memanggilnya batik.
Tapi apa peduliku, pakaian itu cocok untuknya, tidak terlalu bagus dan murah.
Tanpa pikir panjang ku beli kemeja itu.

_______________________________________________________________________

Seminggu sebelumnya, aku mendapatkan sebuah saran dari entah siapa.
Entah siapa berbisik di kepalaku. Tentu saja berbisi pada pemilik kepala.
Entah siapa memberi saran padaku, saran agar percaya tahayul, percaya mitos-mitos urban.
Mitos urban yang ingin dia buat aku percayai adalah bahwa memberikan pakaian akan membuat seseorang pergi dari kita.
Tentu segala hal bisa dicoba, asalkan halal. Hal yang satu ini mendekati keharaman, tapi tetap ku coba.
Bergegas aku keluarkan uang di saku celana, menggenggamnya, dan berjalan menuju mall terdekat.

_________________________________________________________________________

"Maaf aku terlambat", katamu penuh basa-basi, itu sudah kesekian kalinya kau terlambat, aku sudah muak dengan keterlambatanmu.
Tanpa dipersilakan kau duduk di depanku. Kursi kosong itu sengaja ku kosongkan agar aku bisa melihat lurus tanpa penghambat, tapi kau kini mengisinya, dasar pengganggu.
Aku malas berkata, takut perkataanku menambah dosa.
Langsung saja ku lempar kemeja batik print yang sudah ku bungkus dengan rapi ke wajahmu.
Aku langsung pergi, pergi secepatnya, berharap kau tak mengejar dengan benda lebih keras yang bisa kau lempar ke wajahku.
Aku tak peduli apakah kau akan menghentikanku. Aku hanya ingin pulang dan menonton televisi.
__________________________________________________________________________

"Ting Tong", suara pintu diketok.
Aku terkejut ketika membukanya.
Ku dapati sosokmu sedang membawa sebuah televisi 21 inci.

31/07/11

Pendosa di Bulan yang Suci Penuh Percobaan

Dalam diri sudah banyak dosa
aku sadar setelah aku dewasa
tanganku tak bisa kalahkan masa
bagaimanapun aku manusia

Namun datang bulan yang suci
bulan bersih di langit yang tinggi
inilah saat untuk bersihkan diri
buang semua sampah di hati

aku berjalan menyusuri lorong
terasa begitu panas di siang bolong
seluruh tubuh terasa kosong
hingga tak bisa memohon tolong

lalu aku berbohong
aku masukkan air ke kerongkong....

25/07/11

Kamar Tidur

Ku ingin berada di dasar cahaya,
bersama bidadari yang membelaiku dalam gelap,
membantuku merajut pakaian yang melindungiku dari sepinya malam.

19/07/11

Peretas Masa Lalu

itulah aku.

(bersambung)

11/07/11

Konspiratinopel

Aku dikhianati hingga ke rusuk
oleh penghuni dunia yang busuk
penghinaan benar sangat menusuk
sangat dibenci oleh segala mahluk

tak berguna untuk tak percaya
tak ada pengaruhnya untuk penguasa
tetap saja korban akan menderita
karena konspirasi itu nyata

-----------

07/07/11

Dinding Tidak Pernah Menagis

Pagi memang belum datang

dinginpun belum hendak hilang

tak perlu dituliskan ulang

di langit selalu ada bintang



Aku tak akan tertidur malam ini

aku tak perlu bangun pagi nanti

tak ada yang ingin aku lakukan esok hari

hidupku hanya untuk menjauhkan mati



Dinding semakin mendingin

tak dipedulikannya lagi apa yang aku katakan

bahkan jika ku benturkan kepalaku padanya

yang ada hanya noda darahku, bukan air matanya



menangis? dinding memang tidak bisa,

dia tak punya kantung air mata,

tak juga akal, hati, dan indra

dia sungguh mati rasa



lalu ku tulis dan baca

sebuah cerita



cerita lama yang tertulis di buku

membacanya menimbulkan haru

tapi yang menetes bukan air terjun

hanya air mata palsu dan embun

06/06/11

Kurang Inspiratif

Saya kehilangan inspirasi, oleh sebab itu tak bisa menghasilkan tulisan inspiratif,
seperti seorang teman saya, yang membaca sedikit blog saya lalu berkomentar "kurang inspiratif".
Dia tak tahu atau memang tak tahu bahwa blog ini menjadi juara dalam lomba bertema "Motivasi dan Inspirasi Dalam Kehidupan Sehari-hari".
memang ironis

27/05/11

Jatuh Pada Pandangan Pertama, Pasti Karena Tidak Hati-Hati

Cinta selalu muncul pada pandangan pertama, itu kata para pujangga itu.
mereka semua tidak melihat kebawah, itu sebabnya tak melihat lubang besar itu, jatuhlah mereka ke dalamnya.
Jatuh cinta pada pandangan pertama, cinta pada hatinya yang apa adanya.

Siapa yang mati rasa sekarang?

Hanya Saja, Dia Tidak Begitu Pada Saya

Sikapnya manis, senyumnya nampak tulus, tapi sayangnya dia memang begitu pada semua orang.
Semua tidak terjadi karena saya spesial.

- masih bersambung

11/05/11

cemburu buta atau bisa melihat dengan jelas?

dia bilang dia cinta aku, aku satu-satunya, dan akan selalu begitu.
aku takut itu bohong, aku takut karena aku benar-benar berharap itu benar.
aku bisa melihat itu benar-, bisa ku lihat di matanya, dulu.
dia terus katakan yang sama, tapi hari itu hujan, dan cahaya tak begitu jelas, matanya nampak bimbang.
aku takut. aku melihat itu. ketakutanku. patah hatiku.
dia katakan semua baik-baik saja.
semua menjadi tidak baik bukan karena ada orang lain untuknya, melainkan ada orang lain untukku. itu yang ingin dia ciptakan.
bukan karena dia. bukan kan?
lalu apa bedanya? aku membosankan.

06/05/11

Kecil Kemarin

Tidak semudah itu menjadi besar, terkadang kecil adalah hakikat yang sulit dihindari.
Revolusi bukan teori, bukan pula hukum, hanya asumsi.
Revolusi tak semudah yang ku kira.
Aku tak tumbuh besar.

25/04/11

Wanita penggoda

tubuhnya terbilang kecil, namun sesuai dengan usianya yang masih muda. rambutnya dipeliharanya hingga panjang. kulitnya kecoklatan, sebagian besar karena matahari yang mungkin dibiarkannya membakar kulitnya. kulit coklat itu dihiasi beberapa bekas luka yang sama sekali tidak pernah membuatnya risih. senyumnya sedikit menghina, namun tetap terlihat manis, aku yakin semua pria setuju. matanya tak begitu terasah, namun nampak jelas olehku bahwa matanya sudah menangkap semua pandangan yang terarah padanya.
rumahnya tak jauh dariku, dan di depannya lah kami kerap bertemu. jelas, bahwa bukan aku satu-satunya yang datang ke tempat itu untuknya. kerap kali dia tersenyum sambil melihatku, dia tak perlu mengatakannya namun kami adalah teman.
dalam keramaian, senyumnya lebih lebar, tak jarang menjelma menjadi tawa yang menggoda. matanya tetap menjadi jaring yang menangkap semua pandangan yang terarah padanya.
dia benar-benar sadar kapan waktunya berada di dekatku, dan kapan waktunya melompat ke seberang jurang untuk memasang jarak dariku.
dia tahu untuk melakukan itu kepada semua orang, namun sebagian besar pria tak peduli itu.
dia sempat memberitahuku, betapa senangnya dia menjadi pusat perhatian, betapa mudahnya dia menangkap semua hati pria-pria tamak, keji, ataupun pria setengah suci.
saat dia di depanku, aku sepenuhnya sadar, dia mencoba menggodaku. aku merasa dia menangkap hatiku yang ingin melompat ke pelukannya. namun aku sepenuhnya sadar, bahwa aku hanyalah pria malang tak punya harapan, ku tahan hatiku agar tetap pada tempatnya. dia terus mencoba, nampaknya apa yang ku lakukan membuatnya makin penasaran.
rambutnya yang terbelah memberikan pemandangan kecil mengenai kepalanya yang nampak jelas telah berpikir keras.
tapi aku segera pergi dari kotanya, pergi dengan harapan manis yang dibiarkannya.
dan kami adalah teman. tak perlu dikatakannya itu.
namun seluruh pria adalah budak ketamakan. tak pernah cukup bagi mereka hanya memiliki, mereka ingin menguasai.
itulah yang terjadi padanya, dia mungkin nampak seperti kota berlian di mata pasukan panakluk padang rumput. diapun jatuh ke tangan seorang pria, yang tak hanya ingin memilikinya, namun juga tak ingin seorangpun datang melihat kota berlian itu.
namun kami masih teman, hanya karena dia mengatakan itu.

21/04/11

69

Enampuluh Sembilan
Sudah begitu banyak, terlalu banyak mungkin.
semua ini berubah,
sepertinya bukan lagi hubungan segitiga antara aku, tulisanku, dan pembaca,
ini lebih menjadi hubungan segi empat antara aku, tulisanku, pembaca, dan isi dompetku.
Selamatkanlah aku dari miskin tujuan hidup.

19/04/11

Tulislah Kebenaran di Bungkus Kacang Itu!

Wajah orang itu, lagi-lagi tertampang di halaman utama surat kabar yang ku baca sepintas di lampu merah. Tak muncul niatku untuk membeli dan membaca surat kabar itu lebih lanjut, berita yang ada di dalamnya tak akan mengejutkan lagi. Wajah orang itu, pasti muncul karena hal sama yang membuatnya muncul di koran edisi kemarin, kemarinnya lagi, dan kemarinnya lagi. Kesamaan tema dan tokoh yang tampak di headline ini sama sekali tak menarik niat pembaca seperti aku. Pada lampu merah kali ini, sepertinya banyak orang yang setuju denganku. Saat lampu hijau bersinar sang penjual koran, tanpa kekurangan selembarpun korannya, mundur lima langkah untuk menunggu lampu merah berikutnya.
Di tempat lain, yaitu di kampus, aku mendapatkan pendapat yang sama mengenai isi berita surat kabar hari ini dari insan-insan intelek yang kutemui. Mereka adalah mahasiswa, bukan cinderela dengan sepatu kaca yang selalu bersabar menerima penganiyayaan ibu tirinya. Mereka adalah mahasiswa, bukan sekedar pengendara yang terhenti di lampu merah. Mereka adalah mahasiswa, insan intelek, tak hanya bersabar menerima ke kacauan yang diberitakan media cetak yang diacuhkan oleh pengendara yang terhenti di lampu merah. Mahasiswa, benar, maha-siswa, tak hanya menerima dan mengacuhkan, mahasiswa sudah sewajarnya bersifat kritis.
Benar saja, mahasiswa-mahasiswa ini memang kritis. Mulut mereka bukan hanya mengeluarkan asap rokok, mulut mereka juga mengeluarkan makian-makian puitis saat memberi komentar pada isi koran hari ini. Tangan mereka dipukulkan ke permukaan meja. Nada suara mereka meninggi. Segera tangan mereka meraih spanduk dan toa. Tubuh mereka tak lupa untuk menggunakan jas almamater. Kaki mereka berbondong-bondong melangkah ke jalan-jalan, beropini dengan sopan.
Segera spanduk mereka menggantikan wajah orang yang biasanya bertengger di headline koran. Teriakan mereka didengar, mungkin didengar, semoga didengar. Berita tentang mereka, yang menyerukan antipati pada orang dengan wajah yang diberitakan di koran yang tidak dibaca oleh orang-prang di lampu merah, kini di baca, mungkin dibaca, semoga dibaca. Spanduk itupun nampaknya menggantikan wajah orang itu secara semi-permanen di koran edisi hari-hari berikutnya.
Entah bagaimana, memamerkan spanduk di jalanan pun segera menjadi hobi mereka. Tema spanduk itupun beragam, antara antipati terhadap orang dengan wajah yang teroasang di headline koran di hari sebelum spanduk mereka mengisi headline koran itu, antipati terhadap sistem pendidikan yang membuat melahirkan mereka, antipati pada pemerintahan tahun depan, dan lain sebagainya. Tak selamanya spanduk mereka masuk ke berita. Saat berita tentang spanduk mereka hadirpun, kemungkinan kecil sekali wajah dan nama mereka tercantum.
Mungkin karena sudah tahu potensi kecil untuk menjadi populer dengan memamerkan spanduk antipati di jalanan, mungkin juga karena terinspirasi oleh semangat perjuangan Ki Hajar Dewantara yang dengan keras mempertegas bahwa pendidikan adalah pembangunan kepribadian, atau mungkin sekedar takut dimarahi orang tuanya seorang mahasiswa tetap tinggal di bangkunya saat semua temannya pergi ke jalan-jalan untuk mengangkat spanduk dan berteriak-teriak. Tangannya di atas meja, memegang pena, mencoret-coret selembar kertas yang ada di depannya. Terlihat kuno memang, dasawarsa ini mungkin sebagian besar mahasiswa tak lagi rajin menggunakan pena dan mencoret kertas, namun tidak dengan yang satu ini.
Tugas kuliah? Surat cinta? Atau sekedar catatan harian? tidak ada yang tahu apa yang dia tulis, namun semua orng tahu bahwa namanya muncul di koran beberapa hari kemudian. Bukan di headline tentang pameran spanduk antipati di jalanan, namun di sebuah kolom dimana nama orang-orang hebat biasa terpampang sebagai kontributor, kolom opini.
Kecerdasan yang lebih? Tidak. Koneksi di penerbitan surat kabar? Bisa jadi. Tapi tak ada yang benar-benar membedakannya dengan mahasiswa lain. Dia mahasiswa seperti lainnya, mungkin pulihan tentang apa yang dilakukannyalah yang membedakannya. Di saat teman-temannya berseru di jalan, dia lebih memilih berseru di koran. Mungkin, karena kesadarannya tentang kemampuannya, tentang apa yang dipelajarinya selama 9 tahun di bangku sekolah; menulis. "apakah belajar menulis hanya bertujuan agar muncul kemampuan menulis tugas-tugas dalam proses belajar lainnya?", mahasiswa di negeri ini mungkin punya jawaban beragam atas pertanyaan ini, dia menjawab "TIDAK". Itulah sebabnya dia menulis untuk bangsanya, meski kemampuannya yang belum seberapa, meski tawa mungkin muncul dari teman-temannya. Meskipun koran yang memuatnya pada akhirnya akan menjadi bungkus kacang.

"katakan kebenaran, jangan teriakkan kemarahan; Berilah, jika engkau meminta lebih sedikit; dengan tiga langkah ini engkau akan lebih dekat dengan Tuhan"

- Confusius



Photobucket

31/03/11

31 Maret

Setahun yang lalu,
dalam kecepatan yang menyatukan dua kota, kita terpisahkan oleh amarahmu dan sifat kekanak-kanakkanku.
itu bukan pukul besi berduri, hanya kertas yang kau gulung dengan tangan kecilmu,
namun begitu menyakitkan, walau tak kau pukulkan ke tubuhku.
ku tahu kau tahu bahwa aku tak pernah bisa lagi menghela nafas lega, meski kertas itu sudah kau lempar berserakan ke lantai, meski tak banyak mata yang melihat.
dan hanya inilah yang bisa ku tulis sekarang.
tanpa harapkan seorang pembacapun.

Setahun yang lalu,
memang tak pantas dirayakan,
namun tak boleh dilupakan,
biarlah semuanya ku jadikan pengalaman dan kenangan yang semoga membuatku semakin dewasa.

selamat 31 Maret.

26/03/11

Musim Galau

Entah kenapa semuanya suka merasa sama,
mungkin karena lagu sedih yang di dengar mereka,
mungkin juga karena menjelang akhir dunia,
namun inilah faktanya

musim hujan bukan kemarau
tapi ini musim galau
semua orang merasa kacau
termasuk kau

ayolah kawan
berpikir jauh kedepan
jangan termakan iklan
kuat hadapi cobaan

16/03/11

Sejuta Rupiah Buat Gelas Plastik

Entah siapa yang menyangka, gelas plastik mendapatkan satu juta rupiah.
Siapa yang tak senang bila mendapatkan biaya hidup satu semester hanya dengan sebuah gelas plastik?
Siapa yang tak girang bila Salsabilla memberi ucapan selamat?

Namun pertanyaan menjadi muncul ketika gelas plastik telah berisikan sekian banyak rupiah.
akan diapakankah isi gelas plastik itu oleh pemiliknya?
akankah diberikan untuk gelas-gelas plastik yang lain?
atau hanya akan habis menjadi senar-senar yang tak akan memberi harmoni?

Bersyukurlah dengan apa yang ada dalam gelasmu,
tapi bila gelas itu sudah begitu berisi, apa yang akan terjadi?

09/03/11

Robek dan Tambalan (1)

Karena semua kejayaan ada akhirnya, dan karena diatas semua kesejahteraan ada penderitaan, maka tak sepantasnyalah menertawakan tambalan-tambalan dari robekan yang ada.
Apakah salah menambal yang robek sementara semua yang tak robekpun akan robek?

28/02/11

Peran Bermain

Saya tidak memerankan peran saya dengan baik
saya bermain untuk permainan saya, bukan milik Si Sutradara
saya lupa cara berdialog dengan manusia

Tapi haruskah aku lari ke Perpustakaan
lari dari kenyataan bahwa aku tak bisa menjadi diriku sendiri
lari dan mencari apa arti "saya" bagiku

Kini saya membuatku bingung
diri saya sendiri kehilangan naskah asli yang otentik
kini saya . . .

12/02/11

Catatan Kaki Untuk Gelas Plastik

"Hidup ini indah", kata pemuda yang tertidur di bawah naungan langit-langit yang penuh lubang dan sarang laba-laba itu. Tangannya menjadi bantal, menyangga kepalanya yang ringan karena tak terlalu banyak isinya. Kaki kanannya bertumpuh pada lutut kirinya yang tertekuk. Matanya sayu mayu tidak hijau tapi berkilau. Nafassnya tenang dan terdengar jelas hembusannya ke udara.
"Hidup ini indah", sekali lagi dia ulangi. Tak ada sautan seperti sebelumnya. Suaranya tidak menggema, pun tak menggaung. Jangkrikpun tak berbunyi.
"Hidup ini indah", dengan intonasi lebih jelas, nada yang lebih datar, dan tekanan yang lebih mendalam. Sekali lagi sautan tak dengar. Jangkrik tetap diam. Pemuda itupun memejamkan matanya.

Hari telah berganti saat mata itu kembali terbuka. Matahari telah cukup tinggi menyoroti hidup yang berulangkali dikatakannya indah sejak semalam. Dengan perlahan dia mempersiapkan dirinya untuk menjalani aktifitas sehari-harinya. Hidup memang cukup indah baginya.
Setelah berjalan kaki sekitar seratus meter, dia menghentikan bus kota, menaikinya untuk kemudian turun di tempat tujuannya. semua naik adalah untuk turun, itu yang dikatakannya suatu pagi ketika telah mendaratkan kedua kakinya di tempat tujuannya.
Setelah mendarat dari bus kota, dia perlu berjalan beberapa meter untuk sampai ke tempat dimana dia habiskan hidupnya selama beberapa waktu terakhir ini. Dalam perjalanan beberapa meter itulah dia bertemu dengan seorang wanita tua yang duduk dan mengangkat gelas plastik kosong seolah-olah mengajaknya untuk bersulang. Mengertilah dia apa yang dimaksudkan wanita itu. Dia kemudian memberi nenek itu sebuah kalimat motivasi "hidup ini indah". Kemudian pemuda itu tersenyum sambil kemudian berjalan meninggalkan nenek yang menjadi bingung karenanya.
Sore harinya, pemuda itu berjalan dengan arah terbalik, guna bisa kembali ke tempat tinggalnya. Di tempat yang sama, dia bertemu kembali dengan nenek yang pagi tadi di temuinya. Belum sempat nenek itu mengangkat gelas plastiknya, dia sudah memberikan nasihat lain "jika engkau mengharapkan pemenuhan dari orang lain, engkau tak akan pernah sungguh terpenuhi. Jika kebahagiaanmu tergantung pada uang, engkau tak akan pernah bahagia dengan dirimu sendiri."
Kutipan dari Tao-te-Ching itu nampaknya menutup hari kedua manusia itu. Pemuda itu kembali ke tempat tinggalnya dan meyakinkan dirinya bahwa hidup ini indah. Sementara sang nenek pulang entah kemana, membawa yang lebih berharga dari isi gelas plastiknya; sebuah nasihat.

Keesokan harinya, nenek itu kembali lagi ke tempat yang sama.

Gelas Plastik

Malam yang cerah ini mengingatkanku akan hujan di sore pada suatu hari Kamis. Hujan di kala itu mengurungku di lantai 3 sebuah gedung berlantai tiga. Keistemawaan berada di atas adalah dapat melihat kebawah, dan itulah yang ku alami sore itu. terlihat jelas kumbangan air yang menggenang hampir di seluruh pekarangan gedung, pejalan kaki yang jinjit dan melompat demi mempertahankan kekeringan alas kaki mereka, dan cipratan-cipratan air akibat putaran roda arogan kendaraan bermotor yang menggagalkan usaha para pejalan kaki itu.
Hal yang terlihat saat cerah, kadang terlihat pula di kala hujan, meski keadaannya sedikit berbeda, sedikit basah. Hal yang terlihat suram kadang menjadi lebih cerah saat hujan turun, karena petir, karena kilat, karena basah. Begitu pula wanita berusia lanjut yang setiap harinya duduk di pekarangan gedung tinggi itu sambil memegang sebuah gelas plastik. Beberapa orang yang berjalan melewatinya terkadang memasukkan uang ke dalam gelas plastik itu, dari recehan seratus, duaratus, limaratus, bahkan mungkin lima puluh ribu atau seratus ribu rupiah. Namun lebih sering orang berjalan dengan hanya memasukkan secuil senyum, sepotong iba, dan berpuing-puing rasa takut dengan karma buruk jika tak memasukkan apa-apa kedalam gelas itu. Namun perasaan takut pada karma buruk itu tak merata adanya pada manusia yang berlalu-lalang di hadapan wanita itu, karena orang-orang yang sama sekali tak memasukkan apa-apa tak kalah seringnya.
Wanita tua ini berpindah dari singgasananya yang kerap kali didudukinya menuju singgasana lain yang lebih teduh dan kering. Selama perpindahan singgasana itu, sekujur tubuhnya terbasahi oleh hujan yang tak memberi jeda untuk pergerakannya yang tak begitu cepat. Kulit, rambut, dan pakaiannya basah, namun dia tak begitu mempedulikan dan menyesalkannya dikarenakan dia bukanlah beliau-beliau, dia hanya dia dan tak sempat menjadi beliau.
Tak dapat aku menggambarkan ekspresinya, itu adalah hal tercerah di langit mendung, meski gelap dan tak berkilauan. Dengan senyum pucat penuh semangat kembali gelas pelastik itu dia angkat. orang-orang hebat berjalan lewat, walau tak sempat namun singgah melihat, ingin memberi namun kehilangan niat, hanya berdoa memohon berkat, lalu tinggalkan nenek yang berkeringat. Aku pun sempat lewat dan memberikan isi kantongku padanya, beberapa kali, namun kemudian aku sadar bahwa apa yang ku beri tak punya arti. Berapa rupiahpun yang kuberi, jika dia masih bisa, sebisa mungkin dia akan kembali ke tempat itu esok atau segera. Motivasinya sungguh luar biasa, mungkin tak ada seorang mahasiswapun di negeri ini yang dapat menyaingi semangatnya.
Sementara sebagian besar sarjana negeri ini kebingungan mencari lowongan kerja, dia sudah mendapatkan pekerjaan pasti. Karir yang dimilikinya mungkin dapat dipastikan arahnya.
Sementara bapak dan ibu menyesali ketidak cukupan hasil kerja keras mereka, bertengkar dan memaki, saling melempar martir karena karir. Nenek nampaknya sudah cukup bahagia dengan berapapun isi gelas plastiknya, cukuplah isi gelas plastik itu untuk membuatnya hadir lagi disana keesokkan harinya.
__________________________________________________________________________

Bintang-bintang di langit yang cerah malam ini membuat mataku tak bisa tertutup, memandang tinggi ke arah tak pasti, menyaksikan kembali betapa indahnya hidup yang telah ku lewati. Buat apa lagi aku mengeluh dan bersedih? perlukah aku menyesali ketiadaan biola listrik, kamera profesional, atau sepeda mahal?untuk apa aku terkubur dengan semua perkataan mereka tentang kejamnya dunia? perlukah aku menyesali indeks prestasi rata-rata yang kuperoleh? atau rendahnya pengunjung blog-ku? atau rendahnya apresiasi pembaca pada karya-karyaku? perlukah semua itu jika hidup dan kebahagiaan bisa ditemukan dalam sebuah gelas plastik?

__________________________________________________________________________

"Puaslah dengan apa yang kau punya;
Bersukacitalah dalam cara beradanya benda-benda.
Saat engkau tak merasa kekurangan,
seluruh dunia akan menjadi milikmu..
" - (Lao Tzu, Tao Te Ching)


Ikut-ikutan

Tidak baik bagimu kawan.

08/01/11

Rahasia Lensa Kontak Billa

Billa tak lagi mengenakan kacamatanya, kini dia menggunakan lensa kontak.
tapi tetap saja ini menutupi rahasia di matanya.
bagaimana dia tak pernah menatap mata pria-pria cabul di sekitarnya.
semuanya adalah misteri.
tapi tak apa-apa, tak banyak yang ingin tahu.
semua tentang itu, masih bisa ditulis kelak.

05/01/11

Revolusi (2)

Teori revolusi ternyata tidak saja berlaku di bidang industri setelah penemuan mesin uap.
Tetapi teori revolusi juga berlaku di hidupku, hidup orang-orang disekitarku, dan hidup orang-orang yang tidak disekitarku.

"hidupku adalah hidupku", itu kalimat yang sepertinya semakna dengan semua kalimat yang diserukan oleh mereka yang melakukan revolusi.
tidak semua revolusi seperti itu, tapi orang-orang ini menyukai hal-hal seperti "kebebasan" sebagaimana masyarakat mengharuskan mereka untuk menyerukan itu.

revolusi terus terjadi, revolusi tidak terhenti, revolusi adalah setiap saat dimana revolusi dan revolusi menjelma dalam diri revolusi.

Revolusi (3)

Teori revolusi ternyata tidak saja berlaku di bidang industri setelah penemuan mesin uap.
Tetapi teori revolusi juga berlaku di hidupku.

Hidupku tidak ber-evolusi, seperti kata Darwin, tapi ber-revolusi.
Revolusi terus menerus terjadi, bukan hanya karena penemuan, tapi juga karena kehilangan.

Setelah melepas baju, aku tak berpakaian, tapi apa artinya pakaian jika pakaian tak melindungiku?
bukan, bukan hanya itu pertanyaan dasar dari revolusi, revolusi itu nyata.
masih tertahan, masih berlangsung.

Wanita Sombong (2)

Wanita sombong itu semakin bertambah kuasanya.

Bertambahnya kekuasaannya itu, tidak lain adalah karena campur tangan pria-pria yang berkuasa. jelaslah bagi manusia, bahwa yang jantan selalu inginkan betina. Apalah artinya betina jika sudah punya kuasa, dengan mudah atau sulit tidak mudah atau tidak sulit, tapi kuasa adalah segalanya.

Untung bagi dunia, wanita satu ini cukup sombong. Pria-pria berkuasa tidak bisa menjatuhkan tangannya di atas kepalanya, tidak semudah itu.

dia memberi syarat-syarat, syarat yang cukup sulit untuk dipenuhi oleh si pria berkuasa; membagi kekuasaannya.

si pria tentu berpikir sepanjang pikirannya yang pendek untuk kemudian memutuskan untuk membagi kekuasaannya sama rata.



jelas sudah apa yang terjadi setelahnya, si wanita berkuasa, setara dengan si pria.

kekuasaan yang kemudian membuatnya makin sombong.

01/01/11

Wanita Sombong (1)

Ketika masih gadis
dia begitu manis
tak pernah berkata pedis
tak pernah berbuat sadis

Hingga dia dewasa
dia kenal senar biola
untuk menjerat mangsa
menahan liur di leher mereka

wanita itu, mungkin dari Barombong
selalu datang berombong-rombong
tak menghiraukan jeritan "tolong"
wanita itu memang sombong