05/08/11

Kemeja Batik Print

"Tok tok", kau memukul meja. Seharusnya tak berbunyi seperti itu. Namun itulah yang terdengar.
Kau marah seperti biasa, seperti detik-detik sebelumnya.

Aku buka jendela agar bisa menghirup udara segar. Ku tarik keras-keras semua udara itu. Aku berharap ada sesuatu di udara yang sanggup membuatku bersyukur ada disini. Berharap bisa bersyukur ada di dekatmu.

"dor-dor", kau coba kagetkan aku dengan kicauan burung di atap rumahku. Aku sama sekali tak kaget. Suara itu justru membuatku makin tenang.
________________________________________________________________________

"Batik ini pasti cocok buat dia", penjual baju di mall berkata padaku. Entah bagaimana dia tahu kalau aku mencari pakaian untuk orang lain. Mungkin dia hanya sok tahu.
Tapi sok tahunya itu telah mengundangku untuk mampir ke kiosnya. Benar juga, batik itu bermotif aneh, motif kreasi baru. Itu sebenarnya bukan batik, itu kain tekstil yang di print dengan motif batik yang sebenarnya bukan batik, entah kenapa orang-orang memanggilnya batik.
Tapi apa peduliku, pakaian itu cocok untuknya, tidak terlalu bagus dan murah.
Tanpa pikir panjang ku beli kemeja itu.

_______________________________________________________________________

Seminggu sebelumnya, aku mendapatkan sebuah saran dari entah siapa.
Entah siapa berbisik di kepalaku. Tentu saja berbisi pada pemilik kepala.
Entah siapa memberi saran padaku, saran agar percaya tahayul, percaya mitos-mitos urban.
Mitos urban yang ingin dia buat aku percayai adalah bahwa memberikan pakaian akan membuat seseorang pergi dari kita.
Tentu segala hal bisa dicoba, asalkan halal. Hal yang satu ini mendekati keharaman, tapi tetap ku coba.
Bergegas aku keluarkan uang di saku celana, menggenggamnya, dan berjalan menuju mall terdekat.

_________________________________________________________________________

"Maaf aku terlambat", katamu penuh basa-basi, itu sudah kesekian kalinya kau terlambat, aku sudah muak dengan keterlambatanmu.
Tanpa dipersilakan kau duduk di depanku. Kursi kosong itu sengaja ku kosongkan agar aku bisa melihat lurus tanpa penghambat, tapi kau kini mengisinya, dasar pengganggu.
Aku malas berkata, takut perkataanku menambah dosa.
Langsung saja ku lempar kemeja batik print yang sudah ku bungkus dengan rapi ke wajahmu.
Aku langsung pergi, pergi secepatnya, berharap kau tak mengejar dengan benda lebih keras yang bisa kau lempar ke wajahku.
Aku tak peduli apakah kau akan menghentikanku. Aku hanya ingin pulang dan menonton televisi.
__________________________________________________________________________

"Ting Tong", suara pintu diketok.
Aku terkejut ketika membukanya.
Ku dapati sosokmu sedang membawa sebuah televisi 21 inci.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

wahhh... ^____^

temanya sama...

terus, kalo ngasih hadiah TV?
artinya apa?

oia, salam kenal! ^^
*jabat tangan